Jumat, 30 Juli 2010

Endank Soekamti_ Bersatu Tak Terkalahkan

Sekitar 1000 orang Kamtis berseru di Plaza Utara Senayan. Di sebuah acara pameran clothing yang juga menampilkan band-band independen terbaik seperti Koil dan juga Killed By Butterfly. Bila Anda belum familier, Kamtis adalah panggilan bagi mereka yang mengaku sebagai penggemar fanatik Endank Soekamti, band pop punk asal Yogyakarta. Mereka menyerukan “Mars Kamtis”, sebuah intro antemik yang merupakan koor massal tanpa kehadiran instrumen musik dan sekilas terdengar seperti yel-yel penggemar sepak bola. Bukan hanya dari sisi nyanyian, dari sisi hasrat, para Kamtis ini pun memamerkan kekuatan yang sama seperti para penggemar sepak bola, yakni kehadiran massal pada setiap pertunjukan, kebanggaan akan asosiasi dengan band tersebut, dan juga ekspresif dalam menunjukkan kecintaan mereka. Bila melihat jumlah massa dan fanatisme mereka lengkap dengan bendera yang berkibar, rasanya Kamtis mulai menuju posisi yang terlebih dulu dicapai oleh Slankers dalam soal fanatisme dan ekspresi ketika menonton idola mereka. Secara predikat, para Kamtis pun kini mulai bergeser. Dari penggemar, kini resmi menjadi umat. Menjadi fenomenal, karena gelombang ini mengharu biru di tengah absennya dukungan media televisi mainstream untuk band ini, saat televisi kerap jadi andal-an bagi banyak grup musik masa kini dalam urusan menjaring penggemar. Menariknya, jarang muncul di televisi ini membuat me-reka menjadi salah satu band cult bermassa terbesar di Indonesia. Di satu sisi, terdapat ribuan orang yang fanatik terhadap mereka layaknya umat, namun lebih banyak lagi yang belum familier terhadap fenomena ini, khususnya masyarakat pengkonsumsi berat acara televisi arus utama.

Ada apa dengan Endank Soekamti? Apa yang membuat trio pop punk yang beranggotakan vokalis/pemain bas Erik Kristianto, vokalis/gitaris Dory Windiyanto dan pemain drum Arie Dwi Hamzah ini begitu fenomenal, dalam artian digemari dan dicintai oleh massanya hingga mereka rela berbondong-bondong untuk menyaksikan band kesayangan mereka walau itu berarti melaksanakan pengorbanan seperti melakukan perjalanan lintaspropinsi, bahkan di beberapa kasus, lintaspulau?

Satu teori adalah kedekatan band ini terhadap citra akar rumput, nama Endank Soekamti cukup merakyat, humoris dan mencuri perhatian dengan mudah. Musik yang ringan dan mudah dinyanyikan bersama adalah alasan suksesnya Endank Soekamti menjaring massa, ditambah dengan kepribadian personel yang hangat dan apa adanya juga berhasil membuat para Kamtis merasa memilihi idola yang tepat.

Contohnya ada pada Andre Aulia Akbar atau akrab dipanggil Boii. Ia berumur 23 tahun, lulusan D3 di Interstudi, yang mengaku telah menjadi penggemar Endank Soekamti sejak tahun 2005. Ia mengaku gemar Endank Soekamti karena dengan mendengar musik Soekamti ia merasa bebas dan bisa maksimal bersenang-senang. Kini ia seminggu sekali menyambangi perkumpulan Kamtis di daerah Cawang yang beranggotakan sekitar 50-60 orang. “Kamtis itu kompak dan kebersamaannya tinggi. Kamtis dari Jawa kalau datang sering kumpul dengan kami. Kemudian hasil dari sering kumpul, kami patungan uang seadanya untuk bisa undang Endank Soekamti untuk main di Kamtis Party,” tukasnya penuh semangat. Pria ini juga bercerita betapa peduli idolanya terhadap para penggemarnya. “Setiap datang ke basecamp-nya, kami pasti dijamu. Diberi makan. Dulu malah pernah ada kaki penggemar yang terjepit kereta gara-gara mau datang ke Yogya untuk gathering, akhirnya dia diurus, diobati sampai sembuh,” tegas Boii. Tapi momen paling mengharukan bagi Boii adalah ketika pada suatu saat ia diajak oleh Endank Soekamti untuk naik bis dan ikut tur ke Surabaya dan Bali. “Perasaannya campur aduk, antara haru, senang dan bangga.” Boii mengakui bahwa dalam pertunjukan Endank Soekamti, Kamtis baru banyak yang masuk ke venue bila mereka tak perlu membayar lebih dari Rp 10.000. “Maklumlah, biasanya banyak juga Kamtis yang street kids, asalnya dari jalan. Tapi kami senang, manajemen Soekamti sering juga membantu kami sebisa mungkin. Ada semacam timbal balik dari manajemen mereka terhadap loyalitas kami,” tutur Boii yang sempat memenangkan sayembara menulis lirik yang diadakan Endank Soekamti. Hasilnya adalah lagu “Berkibar Tinggi” yang sering dibawakan Endank Soekamti ketika manggung.

Walau menurut Boii puncak jumlah Kamtis terdapat pada era tahun 2005-2007 ketika pensi sekolah menengah umum sedang menjamur di ibu kota, hampir bisa dipastikan band ini akan segera mencapai kembali ge-lombang massa baru yang luar biasa karena mereka baru saja merilis effort mereka yang terbaru, yakni Soekamti.com, album penuh yang dirilis oleh Nagaswara. Menjadi me-narik karena label ini biasa merilis album band pop seperti Kerispatih atau bahkan pop melayu seperti Wali. Rahayu Kertawiguna, Managing Director Nagaswara mengaku, “Kami ambil Endank Soekamti karena band ini unik, dan punya massa yang sangat fanatik. Bahkan sebagai bentuk apresiasi kami terhadap band ini dan massanya, tak ada satupun lagu Endank Soekamti yang kami tidak masukkan ke album. Bahkan sampai lagu yang keras sekalipun,” ucapnya. Saat ini Rahayu sedang mencari formula yang tepat bagaimana memparalelkan antara kekuatan mereka di panggung dengan performa penjualan RBT yang tinggi. Mendengar hal ini, sepertinya cuaca terlihat cerah bagi Endank Soekamti.

Sore itu Erick, Dory dan Arie berkunjung ke markas Rolling Stone untuk berbincang-bincang. Berikut perbincangan kami:

Apa alasan membuat situs www.soekamti.com?
Erick: Pertama, ini adalah alat komunikasi kami dengan Kamtis, karena kami bukan band nasional seperti d’Masiv, Wali yang bisa main di Lombok, atau di pedalaman mana. Sedangkan kalau melihat surat yang kami terima di Facebook, sering membuat tersentuh. “Mas, tolong dong Endank Soekamti main di kota kami.” Nah, situs ini kami buat untuk menyebar informasi, me-laporkan kegiatan band. Setiap tahun pasti kami bikin gathering Kamtis, dan seluruh kegiatan pasti kami taruh di situs ini. Dan masih juga belum puas, dari sekedar tulisan. Kami juga bikin radio yakni Soekamti FM di situs tersebut supaya para Kamtis bisa de-ngar suara kami. Di radio ini kami juga memfasilitasi band-band lain yang siaran di situ. Jadi membantu orang lain juga. Ada bayarannya siaran, nggak? Ya kami barter saja sama band-band itu. Mereka setuju untuk siaran selama setahun dan mereka kami berikan rekaman gratis di studio kami. Kan ekosistemnya jadi bagus kalau begini.

Kalau menurut kalian, mengapa Endank Soekamti bisa memiliki fanbase sebanyak itu dan sefanatik itu?
Erick: Karena kami kelihatannya tidak dilihat seperti idola di mata mereka. Kami diajak ketemuan gampang, diajak foto gampang. Rasanya seperti bukan ketemu sama idola.
Dory: Bukan seperti tipe orang yang ada di menara gadingnya sendiri. Lebih down to earth saja.
Erick: Misalnya kamu mau ketemu Soekamti, silakan datang saja ke basecamp, pasti ketemu kok. Kan aku dapat jatah siaran terus. Dan kami juga mau menemui. Kami juga tidak terganggu. Kalau misalnya terganggu ya pergi saja, kan beres.
Dory: Kadang gue saja kalau nemuin me-reka hanya pakai celana boxer. Jadi santai saja.
Erick: Dan kami ingat sama mereka. Walaupun kadang lupa namanya, tapi kami tahu persis si A ini anak Kamtis mana.

Apa yang kalian pikirkan dan rasakan ketika pertama kali menyadari bahwa Endank Soekamti memiliki basis massa kuat dan sedemikian fanatik?
Erick: Sebenarnya agak bingung juga menjawabnya.
Dory: Karena kami sendiri suka bingung juga, sebenarnya yang ada di pikiran mereka tuh apa sih? Mungkin bisa dibilang kami jadi merasa punya teman lebih banyak saja sih.
Erick: Itu juga nggak bisa pinjam duit mereka ya?
Dory: Iya, harusnya kalau teman kan bisa pinjam duit ya. Eh, tapi kadang-kadang minta rokok sih. [tertawa]

Seperti apa kerepotannya punya penggemar banyak dan fanatik seperti itu?
Erick: Ya...adalah saat repotnya. Seperti kami pernah di-blacklist di Jakarta dulu oleh salah satu sponsor terbesar sementara dulu kami pernah jadi langganan mereka kalau ada acara. Memang waktu itu rusuh banget. Ini di sebuah pensi SMU negeri di Jakarta yang legendaris karena rusuhnya itu di Senayan. Dan memang ketika itu massa paling banyak yang ada di acara itu Kamtis. Cuma kan sebenarnya masih belum bisa di-ketahui apakah itu Kamtis atau oknum yang rusuh. Di acara ini, kami seperti dikambinghitamkan karena musiknya kencang sendiri. Padahal usut punya usut kerja panitia juga nggak benar, dan banyak masalah dengan tempat, seperti masalah parkir dan provokatif juga ke massanya. Karena Kamtis Jakarta sudah nggak betah harus bolak-balik ke Jawa untuk nonton kami, akhirnya diadakanlah Kamtis Gathering yang pertama di Jakarta. Mereka patungan, sewa alat, sewa gedung di Fatmawati. Dari situ kami terpikir membuat gathering-gathering selanjutnya.

Apa saja acara Gathering Kamtis waktu di Yogya?
Erick: “Tribute to Pramuka”. Pertama datang upacara dulu [tersenyum], kemudian bikin tenda. Begitu agak malam, semuanya bikin kejutan untuk Kamtis Jakarta yang baru datang. Mereka semua dikejutkan. Sesudah terkumpul semua: Renungan Malam. Kemudian Jurit Malam, disambung Mencari Jejak. Terakhir ya Api Unggun.

Berapa persen waktu kalian yang diluangkan untuk penggemar?
Erick: Terserah dia mau datang saja. Kecuali di Jakarta sini. Di basecamp sudah ada aturannya, kami bikin tulisan dan ditempel. “Jam Berkunjung: 15.00 – 22.00”. Karena kegiatan promo itu kan harus bangun pagi. Nggak mungkin aku menemani sampai pagi seperti di Yogya.

Dengan bebasnya para Kamtis mengunjungi basecamp, pernah merasa terbebani bahwa kalian harus selalu menjadi sosok yang tidak boleh mengecewakan bagi mereka?
Erick: Seperti yang dikatakan oleh Dory, ya bagusnya cuek-cuek saja. Karena kalau tidak begitu akhirnya akan jadi terbebani, harus dandan dulu atau bagaimanalah. Mereka juga mengerti kok.
Dory: Kadang kalau kami capek ya kami tidur saja. Kadang mereka main sama kru. Kalau memang capek ya bilang saja capek. Jujur saja. Mereka biasanya pasti mengerti kok.
Erick: Gampang diatur kok biasanya mereka. Malah kami ada beban kalau manggung. Bebannya sama EO, “Aduh, jangan sampai berantem”, [tertawa] supaya bisa diundang lagi, titik.

Ada kejadian paling tidak bisa dilupakan soal penggemar?
Dory: Aku sih herannya kalau Kamtis Jakarta ke Yogya, pasti pada tidur di basecamp. Itu tidurnya seperti ikan sarden. Bertumpuk sampai ke halaman segala.
Erick: Dan ini sudah kedua kalinya kami pindah kontrakan karena diusir. Mereka tidur sampai di teras tetangga karena rumah kami sudah terlalu penuh. Ya kaget dong pagi-pagi lihat orang sebanyak itu. Akhirnya kami sudah pindah. Basecamp kami sekarang sudah di tengah sawah banget. Sudah nggak mungkin ganggu orang lagi.

Apa ukuran kesuksesan bagi kalian?
Erick: Mungkin kalau dari karier ya masih nominal pendapatan ya. Kalau dulu main musik kan nggak ada tuntutan. Begitu masuk rumah tangga jadi berasa, kan? Oh, ternyata begini.
Arie: Efek Rumah Tangga [tertawa].
Dory: Kalau aku beda sih. Bagiku, sukses itu adalah ketika misalnya aku mati nanti, banyak yang melayat. Itu baru sukses.
Erick: Nanti yang melayat banyak yang sok eksis juga ya? “Wah, saya dulu sama beliau ini dekat sekali”. [tertawa]

Seberapa harmonis hubungan kalian bertiga sebagai teman band?
Arie: Ya, layaknya seperti saudara. Kadang ada mesranya, kadang ada berantemnya.
Erick: Ya normal saja sih. Gue sama Ary pernah sampai diam-diaman beberapa bulan, ya yang wajar saja. Tapi nggak pernah sampai pukul-pukulan.
Dory: Tapi jangan-jangan Ary pukul drum itu pelampiasan ya. [tertawa].

Banyak dapat groupies di Endank Soekamti?
Erick: Nah, itu sangat dibutuhkan sekali [tertawa keras]. Pendaftaran sangat dibuka.
Dory: Ini yang lagi ingin kami upgrade.
Arie: Tapi rata-rata kalau penggemar cewek gayanya sama kayak cowok ya?
Erick: Iya, males banget kan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar